BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sarcoptes scabiei termasuk filum
Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia
disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang
lainnya pada kambing dan babi.
Secara morfologik merupakan
tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata.
Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang
betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang
jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat
dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang
jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan
alat perekat.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah pada pembahasan makalah ini ialah:
- Apa itu marfologi dan siklus hidup Skibies?
- Apa itu Gejala klinis skabies?
- Apa itu dasar pegakkan diagnosis skabies?
- Apa itu diagnosis banding?
C. TUJUAN MASALAH
Adapun
tujuan masalah pada pembahasan makalah ini ialah:
- Untuk mengetahui marfologi dan siklus hidup skabies.
- Untuk mengetahui gejala klinis skabies.
- Untuk mengetahui dasar penegakkan diagnosis skabies.
- Untuk mengetahui diagnosis banding.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Sarcoptes scabiei termasuk filum
Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia
disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang
lainnya pada kambing dan babi.
Skabies
adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi terhadap
sarcoptes scabiei varian homonis dan produknya. Beberapa sinonim penyakit ini
yaitu :Kudis, the Itch, guding, Budukan, Gatal agogo.
B. EPIDEMIOLOGI
Skabies merupakan penyakit epidemic
pada banyak masyarakat ,ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi
epidemik scabies .Penyakit ini banyak di jumpai pada anak dan orang dewasa muda
,tetapi dapat juga mengenai semua umur ,insidensi semua pada pria dan wanita.
Insidensi
skabies pada negara berkembang menunjukkan siklus fluktasi yang sampai saat ini
belum dapat di jelaskan, interval dari akhir suatu epidemik pada permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun. Beberapa
faktor yang dapat mempengaruh penyebarannya adalah kemiskinan,hygiene yang
jelek,seksual promiskuitas,diagnosis yang salah, demogarfi, ekologi dan derajat
sensitasi individual, insidensi di indonesia masih cukup tinggi, terendah di
sulawesi utara, dan tertinggi di jawa barat.
C. ETIOLOGI
Sarcoptes scabiei termasuk filum
arthopoda kelas arachnida, ordo ackarina, superfamili sarcoptes ,pada manusia
disebut sarcoptes scabiei var homini,sedangkan varietas pada mamalia lain dapat
menginvestasi manusia tetapi tidak hidup lama.
Secara marfologik merupakan tungau
kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata ,tunggau
ini transient, berwarna putih kotor dan tidak bermata tungau betina panjangnya
300-450 mikron,sedangkan tungau jantan lebih kecil kurang lebih setengahnya
yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki dan bergerak dengan kecepatan 2,5 cm permenit di
permukaan kulit.
Sarcoptes
scabiei betina setelah dibuahi mencari lokasi yang tepat di
permukaan kulit untuk kemudian membentuk terowongan, dengan kecepatan 0,5 mm –
5 mm per hari. Terowongan pada kulit dapat sampai ke perbatasan stratum korneum
dan stratum granulosum. Di dalam terowongan ini tungau betina akan tinggal
selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari dan bertelur sebanyak 2-3 butir
telur sehari.
Telur akan menetas setelah 3-4 hari
menjadi larva yang akan keluar ke permukaan kulit untuk kemudian masuk kulit
lagi dengan menggali terowongan biasanya sekitar folikel rambut untuk melindungi
dirinya dan mendapat makanan. Setelah beberapa hari, menjadi
bentuk dewasa melalui bentuk nimfa. Waktu yang diperlukan dari telur hingga
bentuk dewasa sekitar 10-14 hari. Tungau jantan mempunyai masa hidup yang lebih
pendek dari pada tungau betina, dan mempunyai peran yang kecil pada patogenesis
penyakit. Biasanya hanya hidup dipermukaan kulit dan akan mati setelah membuahi
tungau betina.
Sarcoptes
scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14
hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya
lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih
tipis, maka seluruh badan dapat terserang.
D. PATOGENESIS
Kelainan
kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan
sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada
pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap
sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah
infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul
erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang
terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.
E. GEJALA KLINIS SKABIES
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit
yang umumnya muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan paha.
Gejala lain adalah munculnya garis halus yang berwarna kemerahan di bawah kulit
yang merupakan terowongan yang digali Sarcoptes betina. Gejala lainnya muncul
gelembung berair (vesikel) pada kulit.
Ada 4 tanda cardinal (Handoko, R, 2005) :
- Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
- Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
- Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
- Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan
menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut.
F. DASAR PENEGAKKAN DIAGNOSIS PENYAKIT SKABIES
1. Anamnesis
Menurut
Rahariyani (2007), beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis antara
lain:
a) Biodata
Perlu dikaji secara lengkap untuk
umur, penyakit scabies bisa menyerang semua kelompok umur, baik anak-anak
maupun dewasa bisa terkena penyakit ini, tempat, paling sering di lingkungan
yang kebersihannya kurang dan padat penduduknya seperti asrama dan penjara.
b) Keluhan Utama
Biasanya penderita datang dengan
keluhan gatal dan ada lesi pada kulit.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya penderita mengeluh gatal
terutama malam hari dan timbul lesi berbentuk pustule pada sela-sela jari
tangan, telapak tangan, ketiak, areola mammae, bokong, atau perut bagian bawah.
Untuk menghilangkan gatal, biasanya penderita menggaruk lesi tersebut sehingga
ditemukan adanya lesi tambahan akibat garukan.
d) Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada penyakit lain yang dapat
menimbulkan scabies kecuali kontak langsung atau tidak langsung dengan
penderita.
e) Riwayat penyakit keluarga
Pada penyakit skabies, biasanya
ditemukan anggota keluarga lain, tetangga atau juga teman yang menderita, atau
mempunyai keluhan dan gejala yang sama.
f) Psikososial
Penderita skabies biasanya merasa
malu, jijik, dan cemas dengan adanya lesi yang berbentuk pustul. Mereka
biasanya menyembunyikan daerah-daerah yang terkena lesi pada saat interaksi
sosial.
g) Pola kehidupan sehari-hari
Penyakit skabies terjadi karena hygiene pribadi yang buruk atau kurang
(kebiasaan mandi, cuci tangan dan ganti baju yang tidak baik). Pada saat
anamnesis, perlu ditanya secara jelas tentang pola kebersihan diri penderita
maupun keluarga. Dengan adanya rasa gatal dimalam hari, tidur penderita sering
kali terganggu. Lesi dan bau yang ridak sedap, yang tercium dari sela-sela jari
atau telapak tangan akan menimbulkan gangguan aktivitas dan interaksi sosial.
2. Pemeriksaan
Fisik
Menurut Harahap (2000), dari
pemeriksaan fisik didapatkan kelainan berupa:
1) Terowongan berupa garis hitam,
lurus, berkelok, atau terputus-putus, berbentuk benang.
2) Papula, urtikaria, ekskoriasi dalam
perubahan eksematous ialah lesi-lesi sekunder yang disebabkan sensitisasi
terhadap parasit, serta ditemukan eksantem.
3) Terlihat infeksi bakteri sekunder
dengan impegtinasi dan furunkulosis.
Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti:
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia
eksterna (pria) dan perutbagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tngan
dan kaki bahkan diseluruh permukaan kulit, sedangkan pada remaja dan dewasa
dapat timbul pada kulit kepala dan wajah (Siregar, 2005).
Sifat-sifat lesi berupa papula dan
vesikel milier sampai lentikuler disertai ekskoriasi. Bila terjadi infeksi
sekunder tampak pustule lentiuler. Lesi yang khas adalah terowongan
(kanalikulus) milier, tampak berasal dari salah satu papula atau vesikel,
panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu. Ujung kanalikuli adalah tempat
persembunyian dan bertelur Sarcoptes
scabiei (Siregar, 2005).
3.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Tabri (2005), diagnosis pasti ditegakkan dengan
ditemukannya tungau pada pemeriksaan
mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
1) Kerokan kulit.
Minyak mineral diteteskan di atas
papul atau terowongan baru yang masih
utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril untuk mengangkat atap papul atau terowongan, lalu
diletakkan di atas gelas objek, di tutup
dengan gelas penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop. Hasil positif apabila tampak tungau, telur,
larva, nimfa, atau skibala. Pemeriksaan
harus dilakukan dengan hati-hati pada
bayi dan anak-anak atau pasien
yang tidak kooperatif
2) Mengambil tungau dengan jarum.
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan
pada bagian yang gelap, lalu digerakkan
secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
3) Epidermal shave biopsi.
Mencari terowongan atau papul yang
dicurigai pada sela jari antara ibu jari dan jari telunjuk, lalu dengan
hati-hati diiris pada puncak lesi dengan
scalpel no.16 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superficial sehingga tidak
terjadi perdarahan dan tidak memerlukan anestesi. Spesimen kemudian diletakkan
pada gelas objek, lalu ditetesi minyak
mineral dan periksa di bawah mikroskop.
4) Tes tinta Burrow.
Papul skabies dilapisi dengan tinta
pena, kemudian segera dihapus dengan
alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang karakteristik berbelok-belok karena adanya
tinta yang masuk. Tes ini mudah sehingga
dapat dikerjakan pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif.
5) Kuretasi terowongan.
Kuretasi superficial sepanjang sumbu
terowongan atau pada puncak papul, lalu kerokan diperiksa dibawah mikroskop
setelah ditetesi minyak mineral. Cara ini dilakukan pada bayi, anak-anak dan
pasien nonkooperatif.
G. PENGOBATAN
Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia
dalam bentuk topikal antara lain:
1. Belerang endap (sulfur
presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salep atau krim.
Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. Sulfur adalah
antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M.
·
Cara pemakaiannya: sangat sederhana,
yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam
selama tiga hari berturut-turut.
·
Keuntungannya: harganya yang
murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan
terapi massal.Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hydrogen sulfide dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang
bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat
aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif
dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.
·
Kerugian/Efek samping: pemakaian obat
ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan
iritasi.
2. Emulsi benzil-benzoat (20-25%)
Benzil benzoat adalah ester asam benzoat
dan alkohol benzil yang merupakan bahan sintesis balsam peru.
- Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau skabies.
- Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima.
- Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies.
3. Gama benzena heksa klorida
(gameksan=gammexane ; Lindane
- Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.
- Cara Pemakaian: Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.
- Efek Samping: Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pancytopenia.
4. Krotamiton 10%
Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin)
digunakan sebagai krim 10% atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara
50% dan 70%.
- Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua.
- Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.Beberapa ahli beranggapan bahwa Krotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Krotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil.
5. Permetrin dengan kadar 5%
- Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah penggunaan obat ini.
- Cara pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam.
- Efek samping: jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal, namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan terekskoriasi.
H. UPAYA PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap
penularan scabies, orang-orang yang kontak langsung atau dekat dengan penderita
harus diterapi dengan topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan
untuk mencegah penyebaran scabies karena seseorang mungkin saja telah
mengandung tungau scabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik.
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk dan
pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan
dikeringkan dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari
diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan
(Orkin, 2005)
I. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding skabies adalah (Siregar, R.S,1996):
a) Prurigo
Diagnosis banding berupa prurigo hampir
menimbulkan gejala yang sama dengan skabies. Namun biasanya pada prurigo
ditemukan papel-papel yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor ekstremitas.
Hal ini berbeda dengan predileksi dari skabies yang cenderung mengenai bagian
tubuh yang memiliki stratum korneum kulit yang tipis, seperti sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan, ketiak, dll.
b) Gigitan serangga
Diagnosis banding gigitan serangga biasanya gejalanya jelas
timbul sesudah ada gigitan. Efloresensinya urtikaria papuler yang hampir sama
dengan skabies.
c) Folikulitis
Perbedaannya dengan skabies adalah
bahwa pada folikulitis biasanya disertai nyeri berupa pustule miliar
dikelilingi daerah yang eritema.
Gambar lesi folikulitis superfisialis.
Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sarcoptes scabiei termasuk filum
Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia
disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang
lainnya pada kambing dan babi.
Skabies merupakan penyakit epidemic
pada banyak masyarakat ,ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi
epidemik scabies .Penyakit ini banyak di jumpai pada anak dan orang dewasa muda
,tetapi dapat juga mengenai semua umur ,insidensi semua pada pria dan wanita.
Sarcoptes scabiei termasuk filum
arthopoda kelas arachnida, ordo ackarina, superfamili sarcoptes ,pada manusia
disebut sarcoptes scabiei var homini,sedangkan varietas pada mamalia lain dapat
menginvestasi manusia tetapi tidak hidup lama.
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aisah S.2007. Creeping Eruption dalam Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Kelima. Penerbit Fakultas Kedokteran FKUI.
Djuanda,
A., Hamzah,M. Aisah, S. 2010 Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Handoko R, Djuanda A, Hamzah M. 2005. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4. Jakarta: FKUI.
Handoko
R. 2008. Skabies. Dalam: Adhi D,
Mochtar M, Siti A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Cetakan ke
3. Jakarta. Balai Penerbit FK UI.
Harahap M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1.
Jakarta: Hipokrates.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar