web widgets

Kamis, 01 Mei 2014

obat anti jamurr



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Disiplin biologi yang ditujukan untuk mempelajari jamur ini dikenal sebagai ilmu jamur, yang sering dianggap sebagai cabang botani, meskipun penelitian genetik menunjukkan bahwa jamur yang lebih dekat dengan binatang daripada tumbuhan. Berlimpah di seluruh dunia, kebanyakan fungi tidak mencolok karena ukuran kecil struktur mereka, dan mereka samar gaya hidup di tanah, pada benda mati, dan sebagai symbionts tanaman, hewan, atau jamur lain. Mereka mungkin menjadi terlihat ketika berbuah, baik sebagai jamur atau cetakan. Jamur melakukan suatu peran penting dalam dekomposisi materi organik dan memiliki peran penting dalam siklus hara dan pertukaran. . Mereka telah lama digunakan sebagai sumber makanan langsung, seperti jamur dan cendawan, sebagai ragi roti agen, dan di fermentasi berbagai produk makanan, seperti anggur, bir, dan kecap.. Sejak tahun 1940-an, jamur telah digunakan untuk produksi antibiotik, dan, baru-baru ini, berbagai enzim yang diproduksi oleh jamur digunakan industri dan deterjen.. Jamur juga digunakan sebagai agen biologi untuk mengendalikan gulma dan hama. Banyak spesies menghasilkan bioaktif senyawa yang disebut mycotoxins, seperti alkaloid dan polyketides, yang beracun untuk hewan termasuk manusia. Struktur yang berbuah beberapa spesies mengandung psikotropika senyawa dan dikonsumsi recreationally atau tradisional upacara spiritual. Jamur dapat mematahkan dibuat bahan dan bangunan, dan menjadi signifikan patogen manusia dan hewan lainnya. Kerugian tanaman akibat jamur penyakit (misalnya penyakit ledakan beras) atau makanan busuk dapat memiliki dampak besar manusia pasokan makanan dan ekonomi lokal. Kerajaan jamur meliputi keragaman besar taksa dengan bervariasi ekologi, siklus hidup strategi, dan morfologi mulai dari perairan bersel tunggal chytrids jamur besar. Namun, sedikit yang diketahui tentang benar keanekaragaman hayati dari Kerajaan Jamur, yang telah diperkirakan sekitar 1,5 juta spesies, dengan sekitar 5% dari ini telah secara resmi   diklasifikasikan.

Perintis sejak 18 dan abad ke-19 taxonomical karya Carl Linnaeus, Hendrik Kristen persoon, dan Elias Magnus Fries, jamur telah diklasifikasikan menurut morfologi (misalnya, karakteristik seperti warna atau mikroskopis spora fitur) atau fisiologi. Kemajuan dalam genetika molekuler telah membuka jalan bagi analisis DNA untuk dimasukkan ke dalam taksonomi, yang kadang-kadang menantang sejarah pengelompokan berdasarkan morfologi dan sifat-sifat lainnya. Filogenetik penelitian yang diterbitkan dalam dekade terakhir telah membantu membentuk kembali klasifikasi Kerajaan Jamur, yang terbagi menjadi satu Subkerajaan, tujuh filum, dan sepuluh Subfilum.
Jamur memiliki sel yang eukariotik, mempunyai dinding sel kaku yang mengandung kitin dan juga polisakarida, dan membran selnya terdiri dari ergosterol. Insiden penyakit infeksi jamur meningkat pada sejumlah individu dengan penekanan imun, misalnya pada pasien kanker, transplantasi, serta pada penderita AIDS.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian obat anti jamur?
2.      Apa macam – macam obat anti jamur?
3.      Bagaimana cara kerja obat anti jamur?
4.      Bagaimana dosis penggunaan obat anti jamur?

C.     TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui pengertian dari obat anti jamur
2.      Untuk mengetahui macam – macam anti jamur
3.      Untuk mengetahui cara kerja obat anti jamur
4.      Untuk  mengetahui dosis obat anti jamur


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN OBAT ANTI JAMUR
Obat anti jamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit yang disebabkan      oleh    jamur. Sebuah jamur adalah anggota kelompok besar eukariotik organisme yang meliputi mikroorganisme seperti ragi dan jamur, serta lebih akrab jamur. Kadang disebt juga Fungi yang diklasifikasikan sebagai sebuah kerajaan yang terpisah dari tanaman, hewan dan bakteri. Salah satu perbedaan utama adalah bahwa sel-sel jamur memiliki dinding sel yang mengandung kitin, tidak seperti dinding sel tumbuhan, yang mengandung selulosa. Ini dan perbedaan lainnya menunjukkan bahwa jamur membentkelompok satu organisme yang terkait, bernama Eumycota (benar jamur atau Eumycetes), yang berbagi nenek moyang (a monophyletic group). Kelompok jamur ini berbeda dari yang secara struktural mirip jamur lendir (myxomycetes) dan jamur air.

B.     MACAM – MACAM OBAT ANTI JAMUR

1.  ANTI JAMUR UNTUK INFEKSI SISTEMIK & SUBKUTANEUS
 A. amfoterisin B
         Asal dan kimia
            Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi Streptomyces nodosus. 98 % campuran ini terdiri dari amfoterisin B yang mempunyai aktivitas antijamur. Kristal seperti jarum atau prisma berwarna kuning jingga, tidak berbau dan tidak berasa ini merupakan antibiotik polien yang bersifat basa amfoter lemah, tidak larut dalam air, tidak stabil, tidak tahan suhu diatas 37°C tetapi dapat bertahan sampai berminggu-minggu pada suhu 4°C.
         Aktivitas anti jamur
 Amfoterisin B menyerang sel yang sedang tumbuh dan sel matang. Aktivitas anti jamur nyata pada pH 6,0-7,5: berkurang pada pH yang lebihrendah. Antibiotik ini bersifat fungistatik atau fungisidal tergantung pada dosis dan sensitivitas jamur yang dipengaruhi. Dengan kadar 0,3-1,0 µg/mL antibiotik ini dapat menghambat aktivitas Histoplasma capsulaium, Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis, dan beberapa spesies Candida, Tondopsis glabrata, Rhodotorula, Blastomyces dermatitidis, Paracoccidioides braziliensis,beberapa spesies Aspergillus, Sporotrichum schenckii,Microsporum audiouini dan spesies Trichophyton. Secara in vitro bila rifampisin atau minosiklin diberikan bersama amfoterisin B terjadi sinergisme terhadap beberapa jamur tertentu.
         Mekanisme kerja
Amfoterisin B berikatan kuat dengan ergosterol yang terdapat pada membran sel jamur. Ikatan ini akan menyebabkan membran sel bocor sehinggaterjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan mengakibatkan kerusakan yang tetap pada sel.
Bakteri, virus dan riketsia tidak dipengaruhi oleh antibiotik ini karena jasad renik ini tidak mempunyai gugus sterol pada membran selnya. Pengikatan kolesterol pada sel hewan dan manusia oleh antibiotic ini diduga merupakan salah satu penyebab efek toksiknya. Resistensi terhadap amfoterisin B ini mungkin disebabkan terjadinya perubahan reseptor sterol pada membran sel.
b. flutosin
         Asal dan kimia.
Flusitosin (5-fluorositosin; 5FC) merupakan antijamur sintetik yang berasal dari fluorinasi pirimidin, dan mempunyai persamaan struktur dengan fluorourasil dan floksuridin. Obat ini berbentuk kristal putih tidak berbau, sedikit larut dalam air tapi mudah larut dalam alkohol.
         Aktivitas anti jamur
Spektrum antijamur flusitosin agak sempit. Obat ini efektif untuk pengobatan kriptokokosis, kandidiasis, kromomikosis, torulopsis dan aspergilosis. Cryptococcus dan Candida dapat menjadi resisten selama pengobatan dengan flusitosin. 40 – 50% Candida sudah resisten sejak semula pada kadar100 µg/mL flusitosin. Infeksi saluran kemih bagian bawah oleh Candida yang sensitif dapat diobati dengan flusitosin saja karena kadar obat ini dalam urin sangat tinggi. Invitro pemberian flusitosin bersama amfoterisin B akan menghasilkan efek supraaditif terhadap C. neoformans, C. tropicalis dan C. albicans yang sensitif.
         Mekanisme kerja
Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan sitosin deaminase dan dalam sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah mengalami deaminasi menjadi 5-fluorourasil dan fosforilasi. Sintesis protein sel jamur terganggu akibat penghambatan Iangsung sintesis DNA oleh metabolit fluorourasil. Keadaan initidak terjadi pada sel mamalia karena dalam tubuh mamalia flusitosin tidak diubah menjadi fluorourasil.
c. imidazol dan triazol
terbagi menjadi :
*      ketokonazol
         asal dan kimia
Ketokonazol merupakan turunan imidazol sintetik dengan struktur mirip mikonazol dan klotrimazol. Obat ini bersifat liofilik dan larut dalam air pada pH asam.
         Aktivitas anti jamur
Ketokonazol aktif sebagai antijamur baik sistemik maupun nonsistemik efektif terhadap Candida, Coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans, H. capsulatum, B. dermatitidis, Aspergillusdan Sporothrix spp.


*      Itrakonazol
Antijamur sistemik turunan triazol ini erat hubungannya dengan ketokonazol. Obat ini dapat diberikan per oral dan IV. Aktivitas antijamurnya lebih lebar sedangkan efek samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan dengan ketokonazol. Itrakonazol diserap lebih sempuma melalui saluran cerna bila diberikan bersama makanan. Itrakonazol, seperti golongan azol lainnya, juga berinteraksi dengan enzim mikrosom hati, tetapi tidak sebanyak ketokonazol. Rifampisin akan mengurarangi kadar plasma itrakonazol.
Itrakonazol memberikan hasil memuaskan untuk indikasi yang sama dengan ketokonazol antara lain terhadap blastomikosis, histoplasmosis, koksidioidomikosis,sariawan pada mulut dan tenggorokan serta tinea versikolor. Berbeda dari ketokonazol, itrakonazol juga memberikan efek terapi terhadap aspergilosis di luar SSP.
Itrakonazol suspensi diberikan dalam keadaan lambung kosong dengan dosis dua kali 100 mg sehari, dan sebaiknya dikumur dahulu sebelum ditelan untuk meng-optimalkan efek topikalnya. Lamanya pengobatan biasanya 2-4 minggu. Itrakonazol IV diberikan untuk infeksi berat melalui infus dengan dosis muat dua kali 200 mg sehari, diikuti satu kali 200 mg sehari selama 12 hari. Infus diberikan dalam waktu satu jam.
*      flukonazol
Ini adalah suatu fluorinated bis-triazol dengan khasiat farmakologis yang baru. Obat ini diserap sempurna melalul saluran cerna tanpa dipengaruhi adanya makanan ataupun keasaman lambung. Kadar plasma setelah pemberian per oral sama dengan kadar plasma setelah pemberian IV. Flukonazol tersebar rata ke dalam cairan tubuh juga dalam sputum. Gangguan saluran cema merupakan efek samping yang paling banyak ditemukan. Pada pasien AIDS ditemukan urtikaria, eosinofilia, sindrome Stevens-Johnson, gangguan fungsi hati yang tersembunyi dan trombositopenia. Flukonazol berguna untuk mencegah relaps meningitis yang

disebabkan oleh Cryptococcus pada pasien AIDS setelah pengobatan dengan amfoterisin B. Juga efektif untuk pengobatan kandidiasis mulut dan tenggorokan pada pasien AIDS.
*      vorikonazol
Obat ini adalah antijamur baru golongan triazol yang diindikasika, untuk aspergiiosis sistemik dan Infeksi jamur berat yang disebabkan oleh Scedosporium apiosperrnun dan Fusarium sp. Obat ini juga mempunyai efektivitas yang baik terhadap Candida sp,Cryptococcus sp dan Dermatophyte sp, termasuk untuk infeksi kandida yang resisten terhadap flukonazol. Farmakokinetik obat ini tidak linier akibat terjadinya saturasi metabolisme. Pengobatan yang dimulai dengan pemberian IV ini, secepatnya harus dialihkan ke pemberian oral. Dosis muat oral untuk pasien dengan berat badan > 40 kg ialah 400mg dan untuk pasien yang beratnya < 40 kg diberikan 200 mg. Dosis muat oral juga diberikan hanya 2 kali dengan interval 12 jam. Pengobatan lalu dilanjutkandengan pemberian oral 200 mg tiap 12 jam bagi pasien dengan berat badan > 40 kg.Untuk pasien dengan berat badan kurang dari 40 kg diberikan dosis pemeliharaan 2 kali 100 mg sehari.
d. kasfopungin
Kaspofungin adalah anti jamur sistemik dari suatu kelas baru yang disebut ekinokandin. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis beta (1,3)-Dglukan, suatu komponen esensial yang membentuk dinding sel jamur. Dalam darah  97%  obat terikat protein dan masa paruh eliminasinya 9-11 jam.Obat ini dimetabolisme secara lambat dengan cara hidrolisis dan asetilasi.Ekskresinya melalui urin hanya sedikit sekali.
Kaspofungin diindikasikan untuk infeksi jamur sebagai berikut:
         Kandidiasis invasif, termasuk kandidemia pada pasien neutropenia atau non-neutropenia.
         Kandidiasis esofagus.
         Kandidiasis orofarings.
         Aspergilosis invasif yang sudah refrakter terhadap antijamur lainnya.
Pengobatan umumnya diberikan selama 14 hari. Keamanan obat ini belum diketahui pada wanita hamil dan anak berumur kurang dari 18 tahun.
e. terbinafin
         Asal dan kimia
Terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik dengan struktur mirip naftitin. Obat ini digunakan untuk terapi dermatofitosis, terutama onikomikosis. Namun, pada pengobatan kandidiasis kutaneus dan tinea versikolor terbinafin biasanya dikombinasikan dengan golongan imidazol atau triazol karena penggunaannya sebagai monoterapi kurang efektif.
         farmakokinetik
Terbinafin diserap baik melalui saluran cerna, tetapi bioavailabilitasnya menurun hingga 40% karena mengalami metabolisme lintas pertama di hati. Obat ini terikat dengan protein plasma lebih dari 99% dan terakumulasi di kulit, kuku dan jaringan lemak. Waktu paruh awalnya adalah sekitar 12 jam dan berkisar antara 200 sampai 400 jam bila telah mencapai kadar mantap. Obat ini masih dapat ditemukan dalam plasma hingga 4-8 minggu setelah pengobatan yang lama. Terbinafin dimetabolisme di hati menjadi metabolit yang tidak aktif dan diekskresikan di urin. Terbinafin tidak di indikasikan untuk pasien azotemia atau gagal hati karena dapat terjadi peningkatan kadar terbinafin yang sulit diperkirakan.
v  Pengobatan infeksi jamur sistemik
Infeksi oleh jamur patogen yang terinhalasi dapat sembuh spontan. Histoplasmosis, koksidioidomikosis, blastomikosis dan kriptokokosis pada paru yang sehat tidak membutuhkan pengobatan. Kemoterapi baru dibutuhkan bila ditemukan pneumonia yang berat, infeksi cenderung menjadi kronis, atau bila disangsikan terjadi penyebaran atau adanya resiko penyakit akan menjadi lebih parah. Pasien AIDS atau pasien penyakit imunosupresi lain biasanya membutuhkan kemoterapi untuk mengatasi pneumonia karena jamur atau oleh sebab lain.
         Aspergilosis
Invasi aspergilosis paru sering terjadi pada pasien penyakit imunosupresi yang berat dan tidak memberi respons yang memuaskan terhadap pengobatan dengan antijamur. Obat pilihan adalah amfoterisin B IV dengan dosis 0,5-1,0 mg/kg BB setiap hari dalam infus lambat. Untuk infeksi berat, dosis dapat ditingkatkan sampai dua kalinya. Bila penyakit progresif, dosis obat dapat ditingkatkan.
         Blastomikosis
Obat terpilih untuk kasus ini adalah ketokonazol per oral 400 mg sehari selama 6 – 12 bulan. Itrakonazol juga efektif dengan dosis 200 – 400 mg sekali sehari pada beberapa kasus. Amfoterisin B dicadangkan untuk pasien yang tidak dapat menerima ketokonazol, infeksinya sangat progresif atau infeksi menyerang SSP. Dosis yang dianjurkan 0,4 mg/kgBB/hari selama 10 minggu. Kadangkala dibutuhkan tindakan operatif untuk mengalirkan nanah dari sekitar lesi.
         Kandidiasis
Kateterisasi ataupun manipulasi instrument lain dapat memperburuk kandidiasis. Bila invasi tidak mengenai parenkim ginjal pengobatan cukup dengan amfoterisin B 50 µg/mL dalam air steril selama 5 – 7 hari. Bila ada kelainan parenkim ginjal, pasien harus diobati dengan amfoterisin B IV seperti mengobati kandidiasisberat pada organ lain.
         Koksidioidomikosis.
Ditemukannya kavitas tunggal di paru atau adanya infiltrasifibrokavitas yang tidak responsif terkadap kemoterapi merupakan ciri yang khas dari penyakit kronis koksidioidomikosis; yang membutuhkan tindakan reseksi. Bila terdapat penyebaran ekstrapulmonar, amfoterisin B IV bermanfaat untuk penyakit berat ini, juga pada pasien dengan penyakit imunosupresi dan AIDS. Ketokonazol diberikan untuk terapi supresi jangka panjang terhadap lesi kulit, tulang dan jaringan lunak pada pasien dengan fungsi imunologik normal. Hasil serupa juga dapat dicapai dengan pemberian itrakonazol 200-400 mg sekali sehari. Untuk meningitis yang disebabkan oleh Coccidioides obat terpilih ialah amfoterisin B yang diberikan secara intratekal.
         Kriptokokosis.
 Obat terpilih adalah amfoterisin B IV dengan dosis 0,4-0,5mg/kgBB/hari. Pengobatan dilanjutkan sampai hasil pemeriksaan kultur negatif. Penambahan flusitosin dapat mengurangi pemakaian amfoterisin B menjadi 0,3mg/kgBB/hari. Di samping penyebarannya yang lebih baik ke dalam jaringan sakit,flusitosin diduga bekerja aditif terhadap amfoterisin sehingga dosis amfoterisin B dapat dikurangi dan dapat mengurangi terjadinya resistensi terhadap flusitosin. Flukonazol banyak digunakan untuk terapi supresi pada pasien AIDS.
         Histoplasmosis.
Pasien dengan histoplasmosis paru kronis sebagian besar dapat diobati dengan ketokonazol 400 mg per hari selama 6-12 bulan. Itrakonazol 200-400mg sekali sehari juga cukup efektif. Amfoterisin B IV juga dapat diberikan selama 10 minggu. Untuk mencegah kekambuhan penyebaran histoplasmosis pada pasien AIDS yang sudah diobati dengan ketokonazol dapat ditambahkan pemberian amfoterisin B IVsekali seminggu.
         Mukormikosis.
Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk mukormikosis paru kronis. Mukormikosis kraniofasial juga diberikan amfoterisin B IV di samping melakukan debri dement dan kontrol diabetes melitus yang sering menyertainya.
         Parakoksidioidomikosis.
Ketokonazol 400 mg per hari merupakan obat pilihan yang diberikan selama 6-12 bulan. Pada keadaan yang berat dapat ditambahkan amfoterisin B.



2.      ANTI JAMUR UNTUK INFEKSI SUPERFISIALIS
a.      Griseofulvin
·         Asal dan kimia.
Griseofulvin diisolasi dari Penicillium griseovulyum dierckx. Pada tahun 1946, Brian dkk. menemukan bahan yang menyebabkan susut dan mengecilnya hifa yang disebut sebagai curling factor kemudian temyata diketahui bahwa bahan yang mereka isolasi dari Penicillin janczewski adalah griseofulvin.
         Aktivitas anti jamur.
Griseofulvin in vitro efektif terhadap berbagai jenis jamur dermatofit seperti Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum. Terhadap sel muda yang sedang berkembang griseofulvin bersifat fungisidal. Obat ini tidak efektif terhadap bakteri, jamur lain dan ragi, Actinomyces dan Nocardia.
Waktu paruh obat ini kira-kira 24 jam, 50% dari dosis oral yang diberikan bersama urin dalam  bentuk metabolit selama 5 hari. Kulit yang sakit mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat ini. Obat ini akan dihimpun dalam sel pembentuk keratin, lalu muncul bersama sel yang baru berdiferensiasi, terikat kuat dengan keratin sehingga sel baru ini akan resisten terhadap  serangan jamur. Kreatin yang mengandung jamur akan terkelupas dan diganti oleh sel yang normal. Antibiotik ini dapat ditemukan dalam lapisan tanduk 4-8 jam setelah pemberian oral. Keringat dan hilangnya cairan transepidermal memegang peranan penting dalam penyebaran obat ini pada stratum korneum. Kadar yang ditemukan dalam cairan dan jaringan tubuh lainnya kecil sekali.
b.imidazol dan triazol
Antijamur golongan imidazol mempunyai spektrum yang luas. Karena sifat dan penggunaannya praktis tidak berbeda, maka hanya mikonazol dan klotrimazol yang akan dibahas. Ketokonazol yang juga termasuk golongan imidazol telah dibahas padapembicaraan mengenai antijamur untuk infeksi sistemik, juga itrakonazol (golongan triazol). Resistensi terhadap imidazol dan triazol sangat jarang terjadi dari jamur penyebab dermatofitosis, tetapi dari jamur kandida paling sering terjadi.
c.mikonazol
         Asal dan kimia.
Mikonazol merupakan turunan imidazol sintetik yang relatif stabil, mempunyai spektrum antijamur yang lebar terhadap jamur dermatofit. Obat ini berbentuk kristal putih, tidak bewama dan tidak berbau, sebagian kecil larut dalam air tapi lebih larut dalam pelarut organik.
         Aktivitas antijamur.
Mikonazol menghambat aktivitas jamur Trichophyton, Epidermophyton, Microsporum, Candida dan Malassezia furfur.Mikonazol in vitro efektif terhadap beberapa kuman Gram positif. Mekanisme kerja obat ini belum diketahui sepenuhnya. Mikonazol masuk kedalam sel jamur dan menyebabkan kerusakan dinding sel sehingga permeabilitas terhadap berbagai zat intrasel meningkat. Mungkin pula terjadi gangguan sintesis asam nukleat atau penimbunan peroksida dalam sel jamur yang akan menyebabkan kerusakan. Obat yang sudah menembus ke dalam lapisan tanduk kulit akan menetap di sana sampai 4 hari.
Mikonazol topikal diindikasikan untuk dermatofitosis, tinea versikolor dan kandidiasis mukokutan. Untuk dermatofitosis sedang atau berat yang mengenai kulit kepala, telapak dan kuku sebaiknya dipakai griseofulvin.
d.klotrimazol
Klotrimazol berbentuk bubuk tidak berwarna yang praktis tidak larut dalam air, larut dalam alkohol dan kloroform, sedikit larut dalam eter. Klotrimazol mempunyai efek antijamur dan antibakteri dengan mekanisme kerja mirip mikonazol dan secara topikal digunakan untuk pengobatan tinea pedis, kruris dan korporis yang disebabkan olehT. rubrum, T. mentagrophytes, E.floccosum dan M. canis dan untuk tinea versikolor. Juga untuk infeksi kulit dan vulvovaginitis yang disebabkan oleh C. albicans.


f.tolnaftat dan tolsiklat
         Tolnaftat.
Tolnaftat adalah suatu tiokarbamat yang efektif untuk pengobatan sebagian besar dermatofitosis tapi tidak efektif terhadap kandida.
         Tolsiklat.
Tolsiklat merupakan antijamur topikal yang diturunkan dari tiokarbamat. Namun karena spektrumnya yang sempit, antijamur ini tidak banyak digunakan lagi.
g. Nistatin
         Asal dan kimia.
Nistatin merupakan suatu antibiotik polien yang dihasilkan oleh Streptomyces noursei. Obat yang berupa bubuk wama kuning kemerahan ini bersifat higroskopis, berbau khas, sukar larut dalam kloroform dan eter. Larutannya mudah terurai dalam air atau plasma. Sekalipun nistatin mempunyai struktur kimia dan mekanisme kerja mirip dengan amfoterisin B, nistatin lebih toksik sehingga tidak digunakan sebagai obat sistemik. Nistatin tidak diserap melalui saluran cema, kulit maupun vagina.
         Aktivitas antijamur.
 Nistatin menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan ragi tetapi tidak aktif terhadap bakteri, protozoa dan virus.
         Mekanisme kerja.
 Nistatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitif. Aktivitas antijamur tergantung dari adanya ikatan dengan sterol pada membran sel jamur atau ragi terutama sekali ergosterol. Akibat terbentuknya ikatan antara sterol dengan antibiotik ini akan terjadi perubahan permeabilitas membran sel sehingga sel akan kehilangan berbagai molekul kecil. Candida albicans hampir tidak memperlihatkan resistensti terhadap nistatin, tetapi C. tropicalis,. C. guillermondi dan C. stellatiodes mulai resisten. bahkan sekaligus menjadi tidak sensitif terhadap amfoterisin B. namun resistensi ini biasanya tidak terjadi in vivo.

3.ANTI JAMUR TOPIKAL LAINNYA
a.      Asam benzoat dan asam salisilat
Kombinasi asam benzoat dan asam salisilat dalam perbandingannya 2 : 1(biasanya 6% dan 3%) ini dikenal sebagai salepWhitfield. Asam benzoat memberikan efek fungi statik sedangkan asam Salisilat memberikan efek keratolitik. Karena asam ben-zoat hanya bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapai setelah lapisan tanduk yang menderita infeksi terkelupas seluruhnya, sehingga pemakaian obat ini membutuhkan waktu beberapa minggu sampai bulanan. Salep ini banyak digunakan untuk pengobatan tinea pedis dan kadang-kadang juga untuk tinea kapitis. Dapat terjadi iritasi ringan pada tempat pemakaian, juga ada keluhan kurang menyenangkan dari para pemakainya karena salep ini berlemak.
b.      Asam undesilenat
Asam undesilenat merupakan cairan kuning dengan bau khas yang tajam. Dosis biasa dari asam ini hanya menimbulkan efek fungistatik tetapi dalam dosis tinggi dan pemakaian yang lama dapat memberikan efek fungisidal. Dalam hal ini seng berperan untuk menekan luasnya peradangan. Obat ini dapat menghambat pertumbuhan jamur pada tinea pedis, tetapi efektivitasnya tidak sebaik mikonazol, haloprogin atau tolnaftat.
c.       Haloprogin
Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk kristal putih kekuningan, sukar larut dalam air tetapi larut dalam alkohol. Obat ini bersifat fungisidal terhadap Epidermophyton, Trichophyton, Miciosporum dan Malassezia furfur. Haloprogin sedikit sekali diserap melalui kulit, dalam tubuh akan terurai menjadi triklorofenol. Selama pemakaian obat ini dapat timbul iritasi lokal, rasa terbakar, vesikel, meluasnya maserasi dan sensitisasi. Sensitisasi mungkin merupakan pertanda cepatnya respons pengobatan sebab toksin yang dilepaskan kadang-kadang memperburuk lesi. Di samping itu obat ini juga digunakan untuk tinea versikolor.
d.      Siklopiroks olamin
Obat ini merupakan antijamur topikal berspektrum luas. Penggunaan kliniknya ialah untuk dermatofitosis, kandidiasis dan tinea versikolor. Siklopiroksolamin tersedia dalam bentuk krim 1% yang dioleskan pada lesi 2 kali sehari. Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang.
e.       Terbinafin
Terbinafin merupakan suatu derivat alilamin sintetik dengan struktur mirip naftitin. Obat ini digunakan untuk terapi dermatofitosis, terutama onikomikosis; dan juga digunakan secara topikal untuk dermatofitosis. Terbinafin topikal tersedia dalam bentuk krim 1 % dan gel 1%. Terbinafin topikal digunakan untuk pengobatan tinea kruris dan korporis yang diberikan 1-2 kali sehari selama 1-2 minggu.
Teori, dosis obat diukur dari Miligram per Kilogram berat badan pasien (mg/kg).

Contoh :
INH (isoniazid) obat TBC (tuberculosis) diberikan kepada anak dengan dosis antara 5-10 mg.
Bila berat badan anak 10 kg, maka dosis berkisar 50-100 mg, atau bisa diambil dosis tengah 75 mg.
Pada praktik, dosis jg ditentukan brdasarkn pertimbangan :
Usia, Kondisi pasien, Riwayat kesehatan pasien & keluarga, Ada obat penyerta, dll.




a. Keterbatasan & kesalahan takaran

Hal ini biasa terjadi pada jenis obat cair/sirup.
Disebabkan karna tidak ada ukuran tepat pada alat penakar atau pemahaman singkatan takaran dosis yang salah serta pemahaman satuan ukuran dosis yang kurang.

Contoh :
1. Sirup mesti diminum 3 x sehari 0,5 cc.
Namun dlm pipet takaran tidak tercantum ukuran tersebut.
Atau dipipet yg tertulis malah 2,5 ml & 5 ml
2. Obat diminum 1,5 sdt.
Yang salah, "sdt" diartikan sebagai "sendok teh", padahal yang dimaksud adalah "sendok takar".
Walhasil yang terjadi adalah, obat ditakar dengn sendok teh.

Satuan takar "cc" (centimeter cubic) = "ml" (mililiter).
Jadi bila dalam resep tertulis 5 cc = 5ml.
Solusi terbaik untuk alat takar obat cair adalah Gelas Takar, yang memiliki ukuran takar dari 2,5 ml - 10 ml.
Sebab, sendok takar sirup hanya memiliki 2 ukuran, yaitu 2,5 ml & 5 ml
Sebagai alat takar obat cair, Pipet memiliki ukuran sndiri - sendiri.
1. Ukuran pd Pipet sirop vitamin =
0,3 ml - 0,6 ml.
2. Ukuran pd Pipet obat penurun panas =
0,4 ml - 0,8 ml
3. Ukuran pd Pipet obat anti jamur =
0,5 ml - 1 ml
Apotik wajib mmberikan pipet sesuai dgn dosis obat yg diresepkan dokter agar bs dipakai kalangan awam.
Jika ukuran pipet tdk sesuai, boleh ditukar.

b. Dampak salah takar
 - Bila takaran dosis kurang

1. Penderita lama sembuh. Kalaupun sembuh hanya smentara
2. Biasa kuman penyakit dalam tubuh menjadi lebih kuat

 - Bila takaran dosis brlebihan

Bila yang dikonsumsi adalah obat keras, keadaan ginjal & lever terganggu/tidak sehat akan menyebabkan keracunan dan over dosis; karna obat tersebut tidak bisa dinetralkan oleh ginjal & lever
Teori dosis obat diukur dr Miligram per Kilogram berat badan pasien (mg/kg).

















BAB III
PENUTUP
         Kesimpulan
Kandidiasis adalah penyakit jamur (ragi) yang sangat umum. Jamur ini biasa hidup dalam tubuh. Jamur tersebut tidak dapat diberantas. Cara terbaik untuk menghindari terjadinya kandidiasis adalah dengan memperkuat sistem kekebalan tubuh melalui penggunaan terapi antiretroviral.
Sebagian besar penyakit kandidiasis dapat diobati secara mudah dengan terapi lokal. Pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, penyakit ini menjadi lebih sering terjadi. Obat-obatan antijamur sistemik dapat dipakai, tetapi kandida mungkin menjadi resistan terhadapnya. Obat anti-jamur yang paling manjur, amfoterisin B, dapat menimbulkan efek samping yang parah.
Beberapa terapi alam tampaknya memberi manfaat untuk mengendalikan infeksi kandida.













DAFTAR PUSTAKA
 American Medical Association. Drug Evaluation Annual 1995. P.1644-56
Maschmeyer G. New antifungal agents-treatment standards are beginning to grow old Journal of Antimicrobial Chemotherapy 2002;49:239-41.
Pappas PG, Rex JH, Sobel JD, et al. Gudelines for the treatment of candidiasis. Clin Infect Dis 2004;38:161-89.
Evelyn R, Hayes. 1996. Alih Bahasa: Farmakologi Pendekatan Proses Perawatan,Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar